Selamat Idul Fithri

null 
Tanpa rima, tanpa puisi :
hanya mengetuk maaf yang sungguh dari dasar hati.
Moga Dia sematkan asma ‘Al-Afuw’ pada diri,
moga Dia sucikan dan dekatkan diri kita sejati.
 
Sahabat seperjalanan,
selamat ‘Idul Fithri.
 
(Herry Mardian – Syawwal 1427 – Oktober 2006.)
 


* ‘Al-Afuw’ : Maha Pema’af
** ‘disucikan’ : Al-Muthahharuun (hamba yang disucikan)
*** ‘didekatkan’ : Al-Muqarrabuun (hamba yang didekatkan).

Give comment

Struktur Insan Dalam Al-Qur’an dan Hadits : Misykat Cahaya-cahaya

Oleh Zamzam A. Jamaluddin, Yayasan Paramartha.

oil lamp

WAJAH Allah Azza Wa Jalla adalah aspek dzahir dari Dia, yang dari sisi wajah-Nya ini memancar cahaya keindahan-Nya. Sebagaimana makna cahaya adalah sesuatu yang membuat dzahirnya segala sesuatu dengannya, maka An-Nuur secara mutlak merupakan isim (nama) dari asma-asma Allah Ta’ala yang mengibaratkan sesuatu yang sangat dzahir serta dzahir-nya segala sesuatu disebabkan keberadaannya. Wajah Allah merupakan hijab rahmat bagi semesta alam yang tanpa itu 18.000 alam akan musnah ditelan Wujud-Nya.

“Sesungguhnya Allah menciptakan makhluk dalam kegelapan, kemudian dia limpahkan atas mereka secercah cahaya-Nya.” (Hadits Nabi)

Semesta alam-alam yang Dia ciptakan dalam kegelapan, tanpa cahaya Ar-Rahmaan tak akan mampu menyadari keberadaan penciptanya, bahkan dirinya sendiri. Tiupan rahmat dan pemeliharaan-Nya kemudian yang memekarkan setiap titik ciptaan dari status awalnya yang tanpa nama sehingga terpakaikan kepadanya pakaian wujud. Setiap wujud yang ditampakan oleh cahaya-Nya merupakan pernyataan dari himpunan asma-asma Allah, bahkan asma-asma Allah itu sendiri yang tetap tegak oleh tajali ilahiyyah yang terus menerus.

Diantara himpunan asma-asma Nya yang tak terhitung terdapat asma teragung-Nya, Ismul Adzham, merupakan cahaya Allah paling terang diantara limpahan cahaya-cahaya yang menunjuk kepada-Nya. Cahaya Allah teragung ini merupakan cahaya sumber tempat cahaya-cahaya mengambil cahayanya.
Continue reading “Struktur Insan Dalam Al-Qur’an dan Hadits : Misykat Cahaya-cahaya”

Menyekutukan Tuhan

Oleh Watung Arif, bersumber dari sini.

wandering around

DULU, kalau saya bertanya pada guru agama tentang apa arti kata “musyrik”, besar kemungkinan beliau akan menjawab: “Orang yang menyekutukan Tuhan”. Musyrik adalah orang yang tuhannya batu, gunung, jin, setan, manusia. Orang yang tuhannya siapapun atau apapun selain “Tuhan” kita. Orang yang tentu saja bukan kita. Tapi benarkah?

Anehnya, bila kita “menanyakan” hal itu pada Al-Quran, kita akan beroleh jawaban yang lugas, namun sungguh di luar dugaan:

“…dan janganlah kamu termasuk ke dalam orang-orang musyrikiin,”
 
“yaitu orang-orang yang memecah-belah diin mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.”
 
(Q.S. Ar-Ruum [30] : 31 – 32)

Hmm… Apakah artinya ini?
Continue reading “Menyekutukan Tuhan”

Tiap Orang, Satu Misi

Oleh Watung Arif
Artikel asli ada di sini

vetruvian man

MARI sedikit berefleksi. Tentang sebuah misteri.

Sudah lama sebenarnya saya nonton Bourne Identity, tapi baru kemarin mencoba untuk revisit nuansa idenya lagi. Yah, termasuk film jenis gedebak-gedebuk, berkisah tentang agen CIA yang menderita amnesia akut, setengah rol dari film ini menceritakan perjuangan Jason Bourne (diperankan Matt Damon) untuk menemukan kembali ingatannya. Tahu bahwa ia begitu cekatan bermain pisau, memiliki pengetahuan komplit soal senjata, jago berantem, tangkas ngebut, pandai ngobrol berbagai bahasa — yang bagi Marie (Franka Potente) dianggap sebagai skill-set yang “nggak wajar” — Bourne sadar bahwa satu hal penting yang tak ia ketahui: siapa dirinya, identitas dirinya.

Jason Bourne: “Now, Marie, how could I know all that and not know who I am?”

Who am I? Why am I here? Pernah nggak sih kita bertanya seperti itu? Sejenak saja, sambil malam-malam mengukur jalanan kota yang gloomy ini, membiarkan pikiran kita mundur ke masa lalu ketika bayi, ketika di dalam perut Ibunda, dan jauh ke belakang membayangkan ketika kita pernah bertemu berhadap-hadapan dengan “sosok” yang sekarang kita sebut “Tuhan” (well, for those who believe) :
Continue reading “Tiap Orang, Satu Misi”

Pengertian ‘Ihsan’

Herry Mardian, yayasan Paramartha.

ihsan

Apa sih sebenarnya makna ‘ihsan’ itu? Kita sering sekali mendengar kata ini, atau membicarakannya pada orang lain. Tapi sebenarnya apa ya maknanya?

Kenapa sangat penting membahas arti kata ‘ihsan’? Karena sebagaimana diajarkan Jibril as. dan Rasulullah Saw (dalam hadits Bukhari 1 : 47), ‘Ihsan’ adalah salah satu dari tiga komponen yang membentuk ad-diin kita, yaitu Iman, Islam, dan Ihsan. Jika satu komponen saja tidak ada, atau tidak paham, maka kita belum ber-diin dengan sempurna.

Jika kita sudah paham makna ‘ihsan’, kita juga akan bisa meraba maksud makna kata-kata turunannya seperti ‘hasan’, ‘ahsan’, ‘muhsin’, ‘hasanah’, dan lain sebagainya.

Umumnya kita secara awam mengartikan kata ‘ihsan’, ‘hasan’, ‘ahsan’ dan semua kata yang berkaitan, dihubungkan dengan kata ‘baik’ sebagaimana tertulis di kamus bahasa Arab. Jika ‘ihsan’ di sana diartikan ‘baik’, maka ‘muhsin’ adalah ‘orang yang baik’, atau ‘orang yang suka berbuat baik’, dan seterusnya. Oke, itu tidak salah sih. Tapi apa bedanya ‘ihsan’ atau ‘hasan’, dengan ‘khair’ (baik)? Masalahnya, istilah Arab dalam Qur’an itu sama sekali bukan bahasa Arab sehari-hari, sehingga beresiko tidak akurat, kabur atau terlalu umum jika diterjemahkan melalui kamus bahasa Arab sehari-hari.
Continue reading “Pengertian ‘Ihsan’”

Sufi, Bisnis dan Pekerjaan

Oleh Watung Arif (artikel asli ada di sini).

business

WHAT is a sufi in your mind, my dear friend?

Coba saya tebak. Orang yang menghitung tasbih setiap langkahnya? Orang yang berpakaian lusuh dari bulu domba? Orang aneh yang senantiasa berpuisi dan berfilsafat tentang Tuhan dan malaikat? Orang yang mencoba mengambil jarak sejauh-jauhnya pada kehidupan dunia, berkata “haram!” pada dunia? Well, my friend, it’s a jadul stereotype. Prasangka jaman dulu tentang para sufi.

Kini coba bayangkan, apa jawaban seorang sufi ketika ditanya oleh seorang anak muda tentang bisnis, yang akan mengambil kelas di sebuah business school. Berikut ini dari Bawa Muhaiyaddeen, seorang sufi kontemporer asal Srilanka, saya terjemahkan secara bebas dan kurang beradab dari sebuah online pamphlet milik BMF.

Don’t be surprised. 😉
Continue reading “Sufi, Bisnis dan Pekerjaan”

Menemukan ‘Al-Muthahharuun’ (Hamba Yang Disucikan)

Muthahharuun

[TANYA]

Assalamu’alaikum, Mas Her, ijinkan saya bertanya, bagaimanakah menemukan “Hamba yang Disucikan” atau Al-Muthahharuun? Mohon maaf sebelumnya dan terima kasih atas perhatiannya.

Wassalam.
Anung Suwandaru.

(Catatan: sedikit mengenai Al-Mutahharuun ada di artikel ini.)

[JAWAB]

Wa alaikum salaam wr wb

Tentang Al-Muthahharuun

‘Hamba Yang Disucikan’ itu dikenal dalam Al-Qur’an dengan istilah Al-Muthahharuun. Hanya mereka yang sudah mencapai maqam ini sajalah yang mampu menyentuh makna qur’an yang sejati, sebagaimana disebutkan dalam Q. S. [56] : 77 – 79,

“Sesungguhnya Al Qur’an ini adalah bacaan yang sangat mulia (77). Pada kitab yang terpelihara (78). Dan tidak menyentuhnya kecuali Al-muthahharuun (79).” (Q. S. [56] : 77 – 79)

Berbeda dengan umumnya, sesungguhnya ayat tersebut bukanlah perintah untuk berwudhu’ sebelum menyentuh Qur’an, sebagaimana dijelaskan di sini. Ayat itu memberi tahu tentang adanya salah satu status manusia, yaitu tingkatan Al-Muthahharuun.

Bagi mereka yang ada di tingkatan Al-Muthahharuun, Al Qur’an bukan lagi sekedar kitab yang dipahami dengan membaca kata arab secara literal, atau memahami melalui membaca terjemahannya. Bagi mereka, Al Qur’an sudah benar-benar kitab yang aplikatif dan operasional dalam kehidupan sehari-harinya. Bukan sekedar kitab ‘yang tinggi’, hanya dimuliakan, tapi susah untuk dioperasionalisasikan.
Continue reading “Menemukan ‘Al-Muthahharuun’ (Hamba Yang Disucikan)”

Shalat dan Transformasi Fitrah Diri

Zamzam A. Jamaluddin dan Kuswandani Yahdin, Yayasan Paramartha.

sujud

Bismillahirrahmaanirrahiim,

Dalam sebuah hadits, Rasulullah Muhammad Saw bersabda bahwa, “Shalat adalah mi’raj-nya mu’minin.” Istilah mi’raj di sini secara spesifik dihubungkan dengan peristiwa isra-mi’raj Nabi Saw pada tanggal 27 Rajab tahun ketiga belas dari Nubuwwah, saat beliau berusia 53 tahun.

Peristiwa isra yang artinya perjalanan malam adalah peristiwa diperjalankannya Nabi Saw secara horizontal dari Masjidil Haram Mekkah ke Masjidil Aqsha Yerussalem, Al-Isra [17] : 1. Dan peristiwa mi’raj adalah peristiwa diperjalankannya beliau Saw secara vertikal dari Masjidil Aqsha naik ke Sidratul Muntaha. Di tempat tertinggi ini secara khusus Nabi Saw menerima perintah kewajiban menjalankan ibadah shalat bagi beliau Saw beserta umatnya sebanyak lima kali (17 rakaat) dalam sehari semalamnya.

Secara umum, makna mi’raj dalam hadits tersebut dihubungkan dengan “tangga” spiritual, yakni suatu perangkat ibadah yang dapat menaikkan derajat si mu’min menjadi lebih dekat kepada Rabb-nya. Maka di dalam kata shalat tersirat suatu dinamika atau suatu proses perjalanan yang sifatnya menaik (‘uruj), dan secara eksplisit bentuk ibadah shalat yang dicontohkan Nabi Saw mengisyaratkan adanya suatu perubahan bertahap dari suatu state ke state yang lain secara tertib. Serangkaian kalimah takbir yang diucapkan dalam ibadah shalat menunjukkan suatu proses kenaikan (mi’raj) bertahap.
Continue reading “Shalat dan Transformasi Fitrah Diri”