Allah Tidak Mengubah Keadaan Suatu Kaum Sampai Mereka…?

SALAH SATU penggalan ayat yang paling aneh dan janggal buat saya, adalah Qur’an Ar-Ra’d : 11, yang kerap diterjemahkan,

“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.” Q. S. [13] : 11

Di ayat itu sangat janggal: usaha sendiri lebih dominan daripada kehendak Dia yang Mahakuasa. Di mana peran Allahnya, kalau begitu? Kita hanya mengubah diri sendiri saja, cukup. Pasti berhasil. Allah sih ngikutin aja.

Di sisi lain, ada hadits riwayat muslim,

“Sesungguhnya Tuhanku berkata padaku: Wahai Muhammad! Sesungguhnya Aku kalau sudah menentukan sesuatu maka tiada seorang pun yang sanggup menolaknya”. (H. R. Muslim).

Di hadits ini, jelas ‘dominasi’ Dia. Keperkasaan Dia, Dia yang tak bisa diganggu gugat. Kok, nggak klop?
Continue reading “Allah Tidak Mengubah Keadaan Suatu Kaum Sampai Mereka…?”

Rumi: Mana yang Lebih Mulia?

above-below

SETIAP bangunan suci pasti didirikan dengan suatu tujuan tertentu. Sebagian dibuat untuk menampilkan kepemurahan pembangunnya. Sebagian agar pembangunnya dikenal, dan sebagian lagi mengharapkan imbalan-imbalan di akhirat kelak. Namun tujuan yang sesungguhnya dari bentuk-bentuk penghormatan terhadap para kekasih Allah dan memperindah makam-makam mereka, seharusnya adalah Allah. Para kekasih Allah sendiri tidak peduli dengan sikap-sikap pemuliaan semacam itu. Kemuliaan mereka adalah karena yang di dalam mereka sendiri sudah mulia, dan kemuliaan itu sudah memancar dengan sendirinya–bukan karena dimuliakan orang lain. Jika sebuah lentera harus ditempatkan di tempat yang tinggi, sesungguhnya itu karena kepentingan orang lain yang membutuhkan jangkauan cahaya yang lebih jauh, dan bukan karena lentera itu merasa lebih mulia dari lentera lainnya. Apakah di tempat tinggi atau rendah, dimanapun dia, keinginan sebuah lampu hanyalah memancarkan cahaya. Cahayanya harus menjangkau mereka yang membutuhkan. Seandainya matahari yang ada di langit itu sekarang berada di bawah kita, ia tetap saja matahari yang sama. Namun dunia kita yang menjadi gelap. Matahari ada di atas, bukan karena kemuliaan dirinya, namun demi kepentingan makhluk lain. Maka mudahnya, sama seperti itu, para kekasih Allah sudah melampaui ‘atas’ dan ‘bawah’, ‘tinggi’ dan ‘rendah’, maupun pujian-pujian penghormatan dari orang lain.

Kita sendiri, ada saat-saat ketika setitik cahaya dari alam jiwa mengenai kita atau terwujud dalam diri kita, pada titik itu kita tidak akan peduli dengan ‘tinggi’ atau ‘rendah’, ‘mulia’ atau ‘pembesar’, atau bahkan terhadap kepentingan diri kita sendiri, hal yang terdekat dengan diri kita. Maka bagaimana mungkin para kekasih Allah, yang menjadi sumber cahaya dan sumur air hikmah itu, masih terikat pada ‘tinggi’ atau ‘rendah’? Kemuliaan bagi mereka adalah sirna, lenyap dalam apa yang Allah kehendaki bagi dirinya, sementara Allah sama sekali terlepas dari ‘tinggi’ dan ‘rendah’. ‘Tinggi’ dan ‘rendah’, ‘atas’ dan ‘bawah’ adalah untuk kita yang ada dalam eksistensi fisik, pada kita yang terpenjara dengan kedudukan ‘kaki’ dan ‘kepala’.
Continue reading “Rumi: Mana yang Lebih Mulia?”

Sedekah: Sebuah Renungan

helping

SEGALA sesuatu ada sedekahnya. Kenapa? Karena kita tidak memiliki segalanya seratus persen. Selalu ada hak orang lain di dalamnya. Katakanlah, mungkin 2,5 persen. Saya juga nggak tahu angka persisnya.

Segala sesuatu ada sedekahnya. Sedekah harta, tentu kita sudah tahu semua. Sedekah bagi perut (haknya perut) adalah dipuasakan. Sedekah bagi pikiran, haknya pikiran, adalah dibawa hening dan merenung. Sedekah rumah adalah ruang tamunya: untuk menerima tamu. Sedekah bagi wajah adalah senyum dan bermuka ramah. Sedekah bagi tulang belulang kita adalah shalat dhuha. Sedekah bagi ruangan adalah pernah digunakan shalat atau membaca quran di dalamnya.

Kalau kita tidak pernah memberikan hak perut, misalnya, suatu saat tentu ia akan bermasalah. Bukan karena ia marah. Tapi, simply, karena membuatnya bekerja tanpa henti itu bertentangan dengan naturnya. Jadi wajar kalau ‘rusak’. Itu satu contoh saja.

Sedekah kendaraan? Memberi tumpangan. Sedekah tenaga adalah membantu orang. Sedekah waktu, sedekah kesehatan, sedekah kemampuan, sedekah keahlian. Jika kita seorang dokter, misalnya, harus ada saat di mana kita berperan sebagai dokter tanpa dibayar. Mungkin untuk orang kecil, sebulan sekali? Teknisnya, terserah masing-masing.

Seorang raja akan dihukum berat kelak, jika hak-hak rakyatnya tidak terpenuhi. Kita mungkin bukan raja di negeri kita–dihukumi tentang ini akan menjadi urusan para pemimpin kita. Namun kita adalah raja di jasad kita masing-masing. Kita juga akan dihukumi, jika hak-hak para penduduk negeri kita ini kita lalaikan. Kita akan dihukumi terkait diri kita dan apa yang kita miliki (baca: rakyat kita): harta kita, jasad kita, perasaan kita, ucapan, pikiran, lintasan hati, tenaga, dan lainnya. Seorang ibu akan dihukumi terkait diri, anak, dan rumah tangga. Seorang ayah akan dihukumi terkait diri, anak, istrinya. Seorang atasan akan dihukumi terkait bawahan-bawahannya. Dan seterusnya.

Kalau kita lalai bersedekah, Continue reading “Sedekah: Sebuah Renungan”

Allah Maha Menyempitkan dan Melapangkan

fisherman_1

SIANG dan malam engkau berusaha mencari ketentraman dan kedamaian. Itu tidak bisa dicapai di dunia ini. Meski begitu, tidak sekejap pun engkau akan berhenti mencarinya. Kenyamanan semacam itu di dunia ini, adalah seperti kilatan petir yang menyala dan hilang dalam sekejap mata. Namun begitu, seperti apa kilatan petir itu? Kilatan yang disertai dengan derasnya air yang jatuh, penuh dengan tetesan hujan, penuh dengan salju. Kilatan yang kemunculannya disertai dengan derita.

Misalkan seseorang ingin sampai di kota Anatolia. Jika ia berangkat dengan menempuh jalan yang mengarah ke Caesarea, sekeras apapun ia berupaya, ia tidak akan pernah sampai ke Anatolia. Namun jika ia berjalan dengan menempuh jalan yang memang mengarah ke Anatolia, walaupun ia adalah seseorang yang cacat dan lemah, ia pasti akan sampai pada tujuannya, karena Anatolia memang ada di ujung jalan itu.

Sama seperti itu, tak ada apa pun di dunia ini yang bisa diraih tanpa penderitaan, dan demikian pula jika kau ingin mencapai apa pun di alam berikutnya. Maka, arahkan segala kepayahan dan penderitaanmu dengan memandang kehidupanmu di alam berikutnya, sehingga tidak ada upayamu yang terbuang percuma.

Di masa Rasulullah saw, seseorang berkata, “Ya Muhammad! Aku tidak menginginkan agamamu lagi! Demi Allah, ambil kembali agamamu ini! Sejak aku memasuki agamamu ini, tidak pernah sehari pun aku bisa memperoleh ketenangan. Kekayaanku lenyap, istriku pergi, orang tak lagi menghormati aku, kekuatanku hilang, hasratku lenyap!” Rasulullah menjawab, “Allah melarangku. Ketahuilah, kemanapun agama kami pergi, ia tak akan kembali sebelum mencabut seseorang dari akarnya dan menyapu bersih rumahnya.”

56_79.1

“Dan tiada yang menyentuhnya, kecuali hamba yang disucikan.” [Q. S. 56 : 79]

Jika kau mengatakan, “Wahai Muhammad! Ambil kembali agamamu ini, karena aku tak pernah lagi tenang.” Maka, bagaimana mungkin agama kami akan melepaskan seseorang, sebelum berhasil membawanya hingga mencapai tujuan?
Continue reading “Allah Maha Menyempitkan dan Melapangkan”

Lailatul Qadr

Al-Qadr

: :

Assalaamu alaikum,

Apakah Lailatul Qadr itu turunnya bersamaan untuk semua orang? Ataukah merupakan pencapaian spiritual puncak dalam Ramadhan sehingga tidak turun bersamaan untuk semua orang, mungkinkah malam ini adalah malam puncak rasa peng-a’bud-an?

Jika seorang manusia sanggup berpuasa secara total seperti yang dicontohkan Rasulullah, tentunya dengan ijin Allah pula Ia akan bertemu pada masa ini pada masa akhir bulan penyucian. Pikiran ini mengganggu saya dan saya sudah cari-cari referensi namun belum Allah ijinkan untuk menemukan referensi yang bisa menjawab.

Terima kasih sebelumnya.

W

Continue reading “Lailatul Qadr”

Kau Berdusta Kepada-Ku

Rasulullaah Muhammad saw. bersabda pada Abu Hurairah,

Ketika Hari Perhitungan tiba, Allah Ta’ala turun ke hadapan manusia. Setiap kelompok agama berlutut dalam ketakberdayaan di hadapan-Nya.

Kelompok manusia pertama yang dipanggil, adalah mereka yang mengajarkan Al-Qur’an. Kelompok kedua, adalah mereka yang gugur di jalan Allah. Sedangkan golongan manusia ketiga, adalah mereka yang melimpah ruah hartanya. Allah pun mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada yang tiga kelompok manusia yang pertama dipanggil ini.

: :

Kepada kelompok pertama, Allah akan berkata,

“Bukankah Aku telah mengajarkan kepadamu hikmah-hikmah dan pengetahuan yang asalnya adalah dari qalb para utusan-Ku?”

Continue reading “Kau Berdusta Kepada-Ku”

Buku dan Video “Pedoman Kesiapsiagaan Menghadapi Gempa Bumi” – Download

Subduksi Lempeng KecilKALI ini saya ingin menampilkan posting yang sedikit berbeda. Sahabat-sahabat pejalan dari Perhimpunan Islam Paramartha menyusun sebuah buku dan video mengenai kesiapsiagaan menghadapi bencana yang mungkin saja akan terjadi di wilayah kita. Baru-baru ini kita mendengar banjir besar yang melanda Pakistan, gempa bumi yang melanda beberapa wilayah di Indonesia sebelumnya.

Negara seperti Jepang secara teratur melatih warganya untuk memahami karakter wilayah mereka yang rawan gempa bumi. Sejak SD anak-anak sudah diberi tahu apa yang terjadi jika tanda-tanda gempa mulai terjadi, bagaimana berlindung dan bagaimana melakukan evakuasi. Dengan demikian, masyarakat menjadi lebih siap dan dampaknya bisa diminimalisir.

Buku saku dan video “Pedoman Kesiapsiagaan Menghadapi Gempa Bumi” dari Divisi Manajemen Bencana – Perkumpulan Islam Paramartha, merupakan sebuah sumbangan kecil bagi masyarakat Indonesia untuk semakin mengenal, dan bersiap hidup dalam fitrah alamnya yang unik. Silahkan diunduh, di-print dan disebarkan segara gratis bagi siapapun yang merasa membutuhkannya.
Continue reading “Buku dan Video “Pedoman Kesiapsiagaan Menghadapi Gempa Bumi” – Download”

Niat

Oleh Herry Mardian. Tulisan ini adalah repost dari tulisan lama.

Balap Kelereng

INGAT nggak, ketika kita kecil, mungkin di suasana perayaan tujuh belasan di kampung? Di sebuah lintasan rumput atau tanah, ada beberapa lintasan yang dibatasi tali rafia. Kita, yang masih kanak-kanak, ada di salah satu lintasan tersebut. Di depan wajah kita, ada sebuah sendok yang kita gigit pangkalnya. Di cekungan sendok itu ada kelereng. Kita jaga mati-matian supaya kelereng itu tidak jatuh dari sendok, selama kita berjalan secepat mungkin menuju garis finish di depan sana.
Continue reading “Niat”

Ayat ‘Mengharap Wajah-Nya’

INGAT ungkapan Imam An-Nifari berikut ini?

“Siapa yang beramal demi pahala, niscaya akan letih dengan harapan. Siapa yang beramal karena takut siksa, niscaya akan letih dengan prasangka baik. Siapa yang beramal demi Wajah-Nya, niscaya tiada letih baginya.”

(Imam An-Nifari)

Beramal demi ‘wajah-Nya’. Sebenarnya ‘beramal demi wajah-Nya’ cukup jelas ayatnya di Qur’an. Ungkapan sufi besar tersebut kongruen dengan, salah satunya, ayat berikut—yang sayangnya tersamar oleh interpretasi bahasa Indonesianya. Continue reading “Ayat ‘Mengharap Wajah-Nya’”