SIANG dan malam engkau berusaha mencari ketentraman dan kedamaian. Itu tidak bisa dicapai di dunia ini. Meski begitu, tidak sekejap pun engkau akan berhenti mencarinya. Kenyamanan semacam itu di dunia ini, adalah seperti kilatan petir yang menyala dan hilang dalam sekejap mata. Namun begitu, seperti apa kilatan petir itu? Kilatan yang disertai dengan derasnya air yang jatuh, penuh dengan tetesan hujan, penuh dengan salju. Kilatan yang kemunculannya disertai dengan derita.
Misalkan seseorang ingin sampai di kota Anatolia. Jika ia berangkat dengan menempuh jalan yang mengarah ke Caesarea, sekeras apapun ia berupaya, ia tidak akan pernah sampai ke Anatolia. Namun jika ia berjalan dengan menempuh jalan yang memang mengarah ke Anatolia, walaupun ia adalah seseorang yang cacat dan lemah, ia pasti akan sampai pada tujuannya, karena Anatolia memang ada di ujung jalan itu.
Sama seperti itu, tak ada apa pun di dunia ini yang bisa diraih tanpa penderitaan, dan demikian pula jika kau ingin mencapai apa pun di alam berikutnya. Maka, arahkan segala kepayahan dan penderitaanmu dengan memandang kehidupanmu di alam berikutnya, sehingga tidak ada upayamu yang terbuang percuma.
Di masa Rasulullah saw, seseorang berkata, “Ya Muhammad! Aku tidak menginginkan agamamu lagi! Demi Allah, ambil kembali agamamu ini! Sejak aku memasuki agamamu ini, tidak pernah sehari pun aku bisa memperoleh ketenangan. Kekayaanku lenyap, istriku pergi, orang tak lagi menghormati aku, kekuatanku hilang, hasratku lenyap!” Rasulullah menjawab, “Allah melarangku. Ketahuilah, kemanapun agama kami pergi, ia tak akan kembali sebelum mencabut seseorang dari akarnya dan menyapu bersih rumahnya.”
“Dan tiada yang menyentuhnya, kecuali hamba yang disucikan.” [Q. S. 56 : 79]
Jika kau mengatakan, “Wahai Muhammad! Ambil kembali agamamu ini, karena aku tak pernah lagi tenang.” Maka, bagaimana mungkin agama kami akan melepaskan seseorang, sebelum berhasil membawanya hingga mencapai tujuan?
Continue reading “Allah Maha Menyempitkan dan Melapangkan” →